21 Oktober 2019 Jam 08:54

Kereta Api Moda Transportasi Yang Digemari

Banjarnegara – Ternyata, di masa kolonial moda transportasi kereta api begitu digemari masyarakat Banjarnegara. Jutaan penumpang diangkut setiap tahunnya oleh kereta api Serajoedal Stoomtram Matschapij (SDS). Hal itu dikatakan dosen Jurusan Sejarah Universitas Airlangga Surabaya Purnawan Basundoro dalam launching buku karyanya yang berjudul “Arkeologi Transportasi: Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Karsidenan Banyumas 1830-1940an”, Kamis (17/10) di aula SDN 1 Klampok.
Dalam kegiatan yang dihadiri lebih dari 200 peserta tersebut, Purnawan yang juga menjabat Direktur SDM Unair Surabaya berharap agar moda transportasi kereta api dihidupkan kembali.
“Pada masa kolonial, jadwal kereta api di Jawa hampir tidak pernah terlambat meskipun semenit. Ini tentu kaitannya juga dengan pembentukan kultur masyarakat. Untuk menghidupkan lagi kereta api, kita harus mengubah kultur masyarakat” jelas Purnawan.
Menurutnya, masyarakat saat ini masih cenderung memakai kendaraan pribadi.
“Padahal ke depan, desa-desa akan berubah menjadi kota. Ketika itu terjadi, maka kita akan mengalami kekacauan dalam transportasi” tambahnya.
Untuk mengatasi hal itu maka sistem transportasi massal harus dibangun dari sekarang lengkap dengan interkoneksi, ketersediaan feeder-feeder dari rumah-rumah di pedalaman ke pusat moda transportasi massal. Ketika dibangun jalur-jalur transportasi, maka otomatis wilayah-wilayah yang sepi akan terpecah dan muncul titik-titik keramaian, terutama di pemberhentian kereta.
“Munculnya pasar di Klampok, Purwanegara, Gumiwang, Pucang dan seterusnya, merupakan efek domino adanya jalur kereta api dimana disana ada halte-halte pemberhentian kereta pada masanya” tandasnya.
Sementara itu pegiat Banyumas Histori and Heritage Society (BHHS) Jatmiko Wicaksono sebagai pembahas buku menilai, Banjarnegara penuh potensi cagar budaya. Jika hal itu tidak disertai dengan Perda Cagar Budaya, maka cagar budaya yang ada bisa terancam punah.
“Pemerintah dan masyarakat harus menjaga sejarah. Hal itu dapat di ajukan ketika ada Perda. Sejarah-sejarah lokal adalah pembangun sejarah nasional. Jika cagar budaya yang ada di Banjarnegara hilang, maka akan hilang pula sejarah bangsa” ungkapnya.
Wakil Bupati, Syamsudin dalam sambutannya mengatakan buku tersebut merupakan bukti bahwa putra Banjarnegara memiliki peran strategis menyumbang keilmuan untuk masyarakat Banjarnegara.
“Tentang Perda Cagar Budaya, insyaallah tahun depan akan kita bahas dan tetapkan. Banjarnegara dapat bermartabat dan sejahtera manakala masyarakatnya memiliki kesadaran sejarah, sebagai bekal menghadapi masa depan” ujar Wakil Bupati.
Acara tersebut digagas oleh Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Kabupaten Banjarnegara, bekerjasama dengan Pemkab, PGRI dan Universitas Airlangga, bersamaan dengan pengukuhan pengurus AGSI Banjarnegara. (Muji P/Dinkominfo)

[supsystic-social-sharing id='1']

Artikel Terkait…

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *