23 Oktober 2019 Jam 08:59

Santri Sebagai Laboratorium Perdamaian

BANJARNEGARA – Sekitar 5000 santri dari seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara tumplek blek di alun-alun kota guna mengikuti Upacara peringatan hari santri tahun 2019, Selasa (22/10/2019). Tampil sebagai inspektur upacara Bupati Budhi Sarwono.

Upacara tersebut dihadiri Forkopimda Banjarnegara, para pejabat dan pimpinan OPD di lingkungan Pemkab Banjarnegara, Kemenag, para Camat, kepala sekolah, guru, siswa dan santri dari 20 Kecamatan. Tak ketinggalan ormas Islam dan ormas pemuda yang ada di Banjarnegara.

Bupati yang membacakan pidato Menteri Agama RI, antara lain menyampaikan bahwa santri Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlil’alamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama. Sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural dan multikultural. Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud.

“Semangat ajaran inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia,” kata Bupati Banjarnegara Budhi.

Peringatan hari santri 2019 mengusung tema “Santri Indonesia Untuk Perdamaian Dunia”. Selanjutnya Bupati menyampaikan setidaknya ada sembilan alasan dan dasar mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian. Pertama, kesadaran harmoni beragama dan berbangsa, perlawanan kultural di masa penjajahan, perebutan kemerdekaan, pembentukan dasar negara, tercetusnya resolusi jihad 1945, hingga melawan pemberontakan PKI, tidak lepas dari peran kalangan pesantren.

“Sampai hari ini pun komitmen santri sebagai generasi pecinta tanah air tidak kunjung pudar. Sebab mereka masih berpegang teguh pada kaidah hubbul wathan minal iman atau cinta tanah air sebagian dari iman,” katanya.

Selanjutnya yang kedua, metode mengaji dan mengkaji. Selain mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari kiai, di pesantren diterapkan juga keterbukaan kajian yang bersumber dari berbagai kitab, bahkan sampai kajian lintas mazhab. Tatkala muncul masalah hukum, para santri menggunakan metode bahsulmasail untuk mencari kekuatan hukum dengan cara meneliti dan mendiskusikan secara ilmiah sebelum menjadi keputusan hukum.

Melalui ini para santri dididik untuk belajar menerima perbedaan, namun tetap bersandar pada sumber hukum yang otentik. Ketiga, para santri biasa diajarkan untuk khidmah (pengabdian). Ini merupakan ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial.

“Di pesantren, para santri melakukan proses pembersihan hati, dan hal ini biasanya dilakukan melalui amalan zikir dan puasa, sehingga akan melahirkan fikiran dan tindakan yang bersih dan benar. Makanya santri jauh dari pemberitaan tentang intoleransi, pemberontakan, apalagi terorisme,” kata Bupati Budhi Sarwono.

Dalam kesempatan tersebut, Bupati didampingi Wabup Syamsudin berkenan menyerahkan hadiah lomba pekan Festival Santri tahun 2019 yakni juara lomba pawai ta’aruf, lomba rebana, lomba tartil, lomba tahfidz putra/putri, lomba menggambar, dan lainnya. Juga dilakukan penandatanganan ikrar damai untuk NKRI yang diikuti Forkompimda dan ormas yang hadir.

(Muji P/Dinkominfo)
[supsystic-social-sharing id='1']

Artikel Terkait…

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *