(BANJARNEGARA) – Bagi Marjani, warga Dukuh Sidomulyo Desa Pekasiran Kecamatan Batur Banjarnegara yang merupakan saksi korban letusan kawah Sinila 40 tahun silam, Sinila tentu masih sangat membekas dalam ingatannya. Namun meski ia masih tinggal di kecamatan Batur, bukan berarti ia sering mengunjungi Sinila pasca bencana itu. Baru kemarin, Rabu (13/11) Marjani kembali menginjakkan kaki kembali di Sinila.
“Sejak bencana itu, saya hanya sekali saja, setahun setelah letusan. Setelah itu tidak pernah ke sana lagi, jadi sudah 39 tahun saya baru ke Sinila lagi kali ini†kata Marjani.
Bukan tanpa alasan Marjani kembali ke Sinila, ia kembali ke sana untuk mengambil gambar dalam rangka pembuatan film dokumenter mengenai tragedi Sinila, fasilitasi dari Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kemendikbud bekerjasama dengan Yayasan Sahabat Muda Indonesia (YSMI). Marjani masih memiliki tenaga yang cukup kuat untuk ukuran usia 80 tahunan, dengan di bonceng ojek pegunungan ia mampu mendaki kawasan Sinila yang sangat menanjak. Ia juga masih ingat betul lokasi letusan, tempat mayat-mayat bergelimpangan dan juga makam massal yang digunakan untuk menguburkan korban tragedi Sinila pada tahun 1979 itu.
Sutradara film Aziz Arifianto mengaku bersyukur menemukan narasumber seperti Marjani. Menurutnya, saksi korban tragedi Sinila sudah sangat jarang. Selain karena telah banyak yang meninggal dunia, juga banyak diantara warga terdampak saat itu yang ditransmigrasikan ke Sumatera Selatan.
“Kita beruntung karena Mbah Marjani mau kita jadikan subjek film. Bahkan beliau sangat bersemangat untuk naik kembali ke Sinila, karena beliau masih sangat terkenang, dan tahun ini merupakan peringatan 40 tahun Sinila meletus†jelas Aziz.
Menurut Aziz, film ini nantinya memang khusus didedikasikan untuk Marjani dan warga Batur, sehingga judulnya pun akan disesuaikan dengan rencana semula menjadi “Mengenang 40 Tahun Tragedi Sinila”
“Tadinya kami akan memberi judul “Sinila 1979”, tapi karena ternyata judul itu sudah ada, maka kami ganti. Kebetulan, tepat 40 tahun tragedi itu terjadi†jelas Aziz.
Vandalisme Produser film yang juga Ketua Umum YSMI Heni Purwono berharap, film itu nantinya menjadi sebuah catatan sejarah lisan dari saksi korban bencana, sehingga harapannya pesan yang disampaikan akan lebih kuat.
“Kita ingin generasi mendatang benar-benar sadar akan potensi bencana yang ada dan tahu bagaimana harus bertindak ketika bencana itu datang. Saya juga sebenarnya agak khawatir, karena ketika melihat lokasi Sinila sudah disedot airnya untuk pertanian, juga papan-papan peringatan kebencanaan banyak yang menjadi korban vandalisme. Padahal dalam situasi bencana, papan-papan petunjuk kebencanaan sangatlah vital. Banyaknya korban Sinila ketika itu juga kebanyakan karena salah memilih jalur evakuasi sehingga para korban justru mendekati sumber gas beracun†jelas Heni.
Kasi Pencegahan dan Kesiap siagaan Bencana BPBD Banjarnegara Andri Sulistyo juga mengungkapkan, papan peringatan dan jalur evakuasi sangat vital dalam situasi bencana. “Kalau bencana gas beracun, kecenderungannya seperti masa air, ia akan menuju tempat yang lebih rendah. Maka ketika masyarakat Sinila ketika ada gas beracun lari ke arah yang lebih rendah, justru mereka kan menjadi korban. Di situlah pentingnya papan petunjuk jalur evakuasi. Karenanya ketika papan itu dirusak atau dihilangkan, kami sangat menyayangkan†tandas Andri. *(Muji P/Dinkominfo)
0 Komentar