Desa Rawan Kekeringan Diminta Siapkan Penampungan Air

Dari data BMKG terjadi penurunan intensitas curah hujan yang signifikan pada bulan Juni 2020 dan diprakirakan puncak kemarau akan terjadi pada bulan Agustus dan September 2020. Hal ini perlu diwaspadai karena sumber air bersih di beberapa wilayah Banjarnegara berpotensi mengalami kekeringan.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Banjarnegara, Budi Wahyono saat Rapat Koordinasi Antisipasi Menghadapi Musim Kemarau menyampaikan, untuk desa-desa yang terdampak kekeringan agar mengalokasikan anggaran untuk membuat penampungan air bersih baik menggunakan terpal, bak penampungan atau water torn.

Dari BPBD pendistribusian air hanya sampai ke penampungan, selanjutnya pemerintah desa dan kecamatan untuk mengatur pendistribusian air dari penampungan ke warga agar lebih teratur dan kondusif.

“Persiapan bagi desa-desa yang rawan terdampak kekeringan untuk membuat tempat penampungan di beberapa titik droping air. Sehingga akan mempermudah warga dalam mendapatkan air bersih dan mempercepat proses pendistribusiannya,” terangnya, Kamis (30/7), di Sasana Abdi Praja Setda Banjarnegara

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Banjarnegara, Umi Khomsatun mengatakan, untuk upaya jangka panjang, desa yang rawan kekeringan diharapkan mencari alternatif sumber mata air agar bisa dimanfaatkan untuk membantu pengurangan dampak kekeringan serta menanam pohon yang bisa menyimpan dan mendatangkan mata air.

“Akan tetapi untuk upaya jangka pendek dampak kekeringan, droping air bersih masih akan dilakukan,” ujarnya

Pada tahun 2019 terdata 44 desa di 13 kecamatan terdampak kekeringan dengan total ritase distribusi air bersih 1670 tangki atau setara 8,35 juta liter. Dari evaluasi pendistribusian air bersih di tahun 2019, masih ada beberapa kendala terkait pendistribusian air bersih ke warga, kata Umi. Pembagian air bersih secara langsung dari tangki ke drigen atau ember milik warga membutuhkan waktu yang lama dan kurang efisien dan titik distribusi banyak tersebar dan masing-masing ingin lebih dekat dengan rumahnya membuat proses droping air juga lama.

Selain itu, lanjutnya, banyak perangkat desa yang kurang aktif dalam pembagian air bersih sehingga petugas BPBD sering mengambil langkah sendiri. Hal ini juga acap kali menyebabkan perselisihan antar warga karena tidak ada koordinasi yang baik.

“Oleh karena itu dibutuhkan peran serta pemerintah desa dan kecamatan untuk mendampingi proses pendistribusian air bersih ke warga agar bisa berjalan dengan baik,” pungkasnya (amar)

[supsystic-social-sharing id='1']

Artikel Terkait…

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *