Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Jawa Tengah ditantang untuk menjadi pusat pengembangan karakter berbasis budaya Jawa.
Mantan Plh Bupati Banjarnegara Syamsudin memberikan contoh sederhana mengenai penerapan karakter berbasis budaya dalam olahraga dan seni pencak silat.
“Dalam silat, yang merupakan budaya asli Indonesia, entah itu dalam balutan nama Roudad, Jepin maupun aneka perguruan silat, tidak hanya mengembangkan ketrampilan fisik semata. Di dalamnya banyak sekali muatan karakter positif. Saya membayangkan, budaya seperti itu diterapkan di sekolah-sekolah yang dimiliki oleh JSIT. Saya juga merindukan bagaimana puji-pujian berbahasa Jawa yang penuh pesan karakter itu juga dikuasai siswa di ruang-ruang kelas sekolah JSIT. Sekali JSIT mengibarkan bendera budaya, pantang untuk diturunkan, JSIT harus mampu menunjukkan sikap nyata inklusifitasnya terhadap budaya,” ujar Syamsudin.
Hal itu diungkapkannya ketika menjadi nara sumber dalam Dialog Budaya bertema “Relevansi Budaya dengan Pembentukan Karakter Siswa” yang diikuti ratusan peserta, Sabtu (26/11/202) malam, di Ball Room Hotel Surya Yudha Banjarnegara. Kegiatan dihelat dalam rangka peringatan Hari Guru Nasional (HGN) JSIT Provinsi Jawa Tengah.
Sementara itu, nara sumber lainnya, dosen Jurusan Sejarah Unnes Mukhamad Sokheh memaparkan bahwa, budaya itu bebas nilai. Sedangkan Islam memiliki watak dasar kosmopolit. Maka tantangan Sekolah Islam Terpadu adalah bagaimana mengemas budaya-budaya yang ada dalam masyarakat menjadi sesuatu yang Islami. Jika tidak mampu, maka siswa SIT bisa mengalami cultural shock atau gagap budaya.
“Jadi kembangkanlah budaya Jawa di JSIT Jawa Tengah,” ajak doktor alumni Universiti Teknologi Malaysia itu.
Dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Jawa Tengah Heni Purwono itu, juga diselingi dengan tampilan seni karawitan dari SMPN 1 Banjarmangu. Bahkan dinyanyikan juga hymne guru dengan iringan gamelan karawitan.**** (kominfo)
0 Komentar