Gula ketela atau gula singkong adalah gula yang dihasilkan dari ketela kayu atau singkong yang menjadi bahan dasar atau bahan utamanya. Gula ketela ini memiliki keistimewaan dimana tingkat kemanisannya 2 kali lebih manis dari pada gula pasaran pada umumnya, meski tingat kemanisanya tinggi gula singkong baik dikonsumsi oleh penderita diabetes karena 100% alami dan glukosanya rendah. Keunggulan lainnya meskipun terbuat dari ketela, gula singkong ini tidak merubah cita rasa ataupun aroma asli dari bahan yang dicampurinya ter lebih mudah larut dalam air.
Adalah Johan Irawan yang akrab disapa Johan, seorang produsen gula ketela atau gula singkong cair yang menjadi inovator dalam pengelolaan bahan baku lokal yang melimpah di Banjarnegara ini. Johan juga merupakan guru SMK Darunnajah Banjarmangu, yang mengajar produk aktif kewirausahaan.
Menurut Johan, kini banyak petani singkong yang beralih karena harga singkong yang kian rendah dan kurang menguntungkan, sehingga ia berupaya untuk mengembalikan marwah singkong dan meningkatkan drajat singkong khususnya daerah Punggelan. Sehingga, singkong dapat berjaya dan berkibar kembali. Dengan adanya inovasi ini diharapkan dapat menghidupkan kembali harga singkong untuk mendukung para petani, khususnya di kecamatan Punggelan dan disekitarnya.
Johan kemudian menjelaskan proses atau cara membuat gula singkong. Pertama masak dengan perbandingan 1 : 3, dimana 1 bahan dicampurkan dengan 3 liter air. Bahan lain yang digunakan adalah katalis enzim, ada dua jenis enzim yang digunakan yaitu enzim alfa amilase dan enzim glukosa amilase. Enzim alfa emilase digunakan untuk proses likuifikasi (pencairan) sehingga pati saat direbus tidak menggumal menjadi bubur dan wujud adonan tetap cair.
Setelah tapioka direbus sudah encer, maka suhu akan dinaikan sampai mendidih hingga beberapa saat, kemudian diturunkan mencapai titik suhu 60 drajat Celsius dan dicampurkan dengan enzim glukosa amylase untuk proses sakarifikasi (proses mengubah dekstrin menjadi gula sederhana/glukosa) sebagai pemanisnya. Suhu 60 drajat Celsius harus tetap dipertahankan selama 30 menit kemudian disaring dan disimpan selama 76 jam untuk optimalisasi manisnya.
Selanjutnya tepung direbus lagi, saat rebusan pertama akan ditambahkan arang aktif agar bahan atau ion-ion negatif yang menggumpal akan memisahkan diri sehingga memudahkan untuk disaring. Proses selanjutnya adalah perebusan untuk pengentalan. Saat pengentalan telah mencapai 75-76 briks, perebusan akan dihentikan karena telah mencapai pada kadar kemanisan yang tepat, dimana tingkat kemanisanya 2 kali lipat lebih manis dari pada gula yang berada di pasaran.
Mengenai pemasaran gula ketela dilakukan secara “B to B†(Business to Business) atau bisnis-ke-bisnis, dimana dari produsen gula ke produsen-produsen lain seperti produsen kue dan yogurt dari daerah Wonogiri, Sragen, Salatiga, Cilacap, Depok. Untuk sementara hasil produksi gula singkong cair ini mencapai 20 ton per bulan. Brand yang beredar luas di pasar baik pasar tradisional atau online antara lain “Manesâ€Â, “Gutelaâ€Â, “Garvaâ€Â,“Fruktela†untuk kemasan botol kecil berkisaran harga anatar Rp.10.000 samapai Rp.15.000.
Gula singkong cair diimpi-impikan menjadi unggulan yang menginspirasi pelaku usaha dan UMKM, mengingat Banjarnegara merupakan sentra ketela. Semoga gula singkong bisa sejajar dengan produk unggulan lain seperti mocaf yang telah mendunia. Semoga “Si Manis Gula Ketela†akan menjadi produk lokal unggulan yang imajinatif dan kreatif yang akan memperbaiki perekonomian dan kemakmuran masyarakat. Gula ketela memang istimewa, karena baru dikembangkan di Banjarnegara. *** (Muji Prasetyo_infokom).
0 Komentar