BANJARNEGARA — Laudza Izaaz Ghiats Pradana (akrab disapa Izaaz), adalah pelajar difabel tuna daksa yang saat ini menempuh pendidikan di bangku kelas IX SMP N 1 Bawang. Remaja 15 tahun yang berdomisili di kecamatan Purwanegara kabupaten Banjarnegara ini memiliki keterbatasan fisik yaitu kesulitan dalam bergerak maupun berjalan atau yang biasa disebut dengan tuna daksa.
Izaaz terlahir dari seorang ibu bernama ibu Siti Rodiyatun atau biasa dipanggil Ibu Diyat, seorang ibu rumah tangga yang tangguh. Sementara ayahnya Sigit Saptono yang bekerja sebagai buruh bangunan. Dalam kesehariannya, Izaaz menggunakan kursi roda. Meski begitu, Izaaz terlahir normal seperti anak-anak pada umumnya.
Awal mula Ibu Diyat mengetahui perubahan pada anaknya sejak Izaaz berumur 2 tahun. Ketika iitu, ia baru bangun tidur, dan merasakan ada perubahan pada dirinya. Ia tidak bisa bangun dari tempat tidurnya dan merasakan badannya lemas. Setelah melalui banyak pemeriksaan termasuk pengobatan alternatif seperti terapi dan pijat, akhirnya Izaaz didiagnosa oleh dokter mengalami kelumpuhan permanen.
Masuk sekolah umum
Ibu Diyat sengaja menempatkan Izaaz di sekolah umum bukan di SLB, alasannya adalah agar kemampuan berpikir Izaaz tidak tertinggal jauh dari anak normal lainnya. Ibu Diyat telah melakukan berbagai cara agar anaknya memiliki semangat yang tinggi untuk melanjutkan pendidikannya. Ia rela hingga mendampingi Izaaz selama bersekolah.
Terkadang ibu Diyat harus pulang sore jika Izaaz ada kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Ibu Diyat memiliki prinsip bahwa Izaaz tidak boleh kalah dengan anak-anak normal lainnya.
“Kami ingin mendidik Izaaz kemandirian. Terima kasih kepada semua pihak baik sekolah, guru, dan teman-teman yang telah membantu dengan baik selama ini. Mohon maaf tidak bisa membalas. Semoga mendapat balasan kebaikan dan pahala dari Allah SWT,†ungkapnya.
Bangkit dari keterpurukan
Meskipun pernah mengalami trauma dan rasa minder yang mendalam, namun dengan semangat dan motivasi yang diberikan oleh bu Diyat kepada Izaaz. Ia bisa bangkit dari keterpurukan yang ia hadapi.
Sebagai seorang difabel yang memiliki keterbatasan, banyak orang beranggapan bahwa pendidikan dirasa tidak begitu penting, namun Izaaz dan ibu Diyat bertekad untuk tidak menyerah dan ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa asumsi yang mereka buat itu tidak sepenuhnya benar.
Dalam menempuh pendidikannya, ia mengaku tidak mengalami kesulitan dalam hal akademik meskipun ia tidak bersekolah di SLB melainkan di sekolah umum. Namun di sisi lain ia kesulitan dalam ruang geraknya, sehingga membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya untuk beraktifitas terlebih pada saat di sekolah.
“Saya ingin bekerja sebagai programmer komputer. Saya harus berjuang dan menepis malu atas keterbatasan yang saya miliki,†ujarnya.
Dukungan pihak sekolah
SMP Negeri 1 Bawang telah memberikan fasilitas berupa kursi roda dan beberapa sarana infrastruktur untuk mempermudah Izaaz belajar dan beraktifitas.
“Meski memiliki keterbatasan fisik tapi Izaaz semangat dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi bahkan memiliki cita-cita untuk melanjutkan pendidikan setinggi mungkin,†kata seorang gurunya, Tjatur Budijantoro S.Pd.
Sebagai seorang difabel tuna daksa dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Izaaz menganggap bahwa pendidikan sangatlah pentin. Untuk itu ia tengah berjuang mencapai semua harapan dan cita-citanya. Sbagaimana ia mengingat suatu pepatah yang mengatakan, “Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan. Jadi kita harus melawan rasa malas atau kebodohan itu.â€
Selamat kepada andanda Laudza Izaaz Ghiats Pradana. Semoga sukses mulia dan akhirat. Warga Banjarnegara mendoakanmu.*** (tj/mj).
0 Komentar