27 Juni 2025 Jam 08:11

Konten Lokal-Unik Banyak Dilirik, Ondhol Wanayasa pun Jadi Tulisan Menarik

BANJARNEGARA – Kudapan tradisional bisa menjadi bahan tulisan yang menginspirasi. Demikian pula ondhol, jajanan khas Wanayasa Banjarnegara, yang hadir tidak sekadar sebagai camilan dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepenulisan Berbasis Konten Budaya Lokal, Kamis (26/6/2025), di Aula Niscala Perpustakaan Daerah Banjarnegara.

Di tengah meja para narasumber dan peserta, tersaji ondhol yang menggoda. Cemilan ini dibawa oleh Sri Wahyuningsih, salah satu peserta yang juga menulis esai berjudul Nikmatnya Ondhol-ondhol Mama Ali Piasa Wetan, sebagai bagian dari naskah kompilasi konten budaya lokal yang akan diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional.

Kehadiran ondhol dalam forum literasi bukan hanya simbol kelezatan, tetapi juga menjadi contoh nyata bahwa konten lokal, jika dikemas dengan tepat, bisa menjadi bahan tulisan yang kuat dan bernilai.

Pegiat literasi Indra Hari Purnama menegaskan, tulisan-tulisan yang lahir dari kearifan lokal memiliki potensi besar untuk menggugah dan menjual.

“Namun tentu harus dibedakan antara tulisan bersifat promosi sebagai kuliner lokal dengan esai budaya. Penulis bisa fokus pada ondholnya, proses pembuatannya, atau tokoh pembuatnya. Sumber tulisan budaya lokal itu melimpah di sekitar kita,” ujar Indra.

Tulisan Budaya Bisa Jadi Alat Marketing

Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Disarpus) Banjarnegara, Arief Rahman, dalam sambutannya menegaskan pentingnya narasi dalam membangun daya tarik budaya lokal. Menurutnya, tren saat ini konten lokal banyak diminati. Ia mencontohkan, banyak wisatawan dan tamu penting yang datang ke Banjarnegara yang dicarai adalah kuliner yang khas dan unik.

“Saya yakin, jika kuliner lokal dikemas dan dipromosikan dengan baik melalui iklan dan tulisan yang menarik, akan memiliki daya jual yang tinggi. Ini bisa dilakukan oleh para penulis. Menulis pun bisa menjadi profesi yang menghasilkan jika ditekuni secara serius,” ujar Arief.

Arif juga menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan tahap akhir dari rangkaian bimtek yang harapannya akan menghasilkan buku kompilasi konten daerah Banjarnegara yang otentik dan mengakar pada kearifan lokal. Sesi bimtek diikuti 60 peserta, yang mayoritas adalah penulis dari berbagai latar belakang.

Narasumber lain, Muji Prasetyo, membagikan refleksi menarik soal anggapan bahwa menulis adalah Wahyu Kapujanggan — sebuah bakat khusus yang hanya dimiliki orang tertentu. Pandangan ini sempat disampaikan sastrawan Ahmad Tohari di tahun 1990-an, namun sepuluh tahun kemudian ia menyampaikan pandangan berbeda seiring kemajuan zaman.

“Pak Tohari kemudian menyatakan bahwa menulis bisa jadi keterampilan yang bisa dipelajari. Salah satu pelurunya dengan banyak baca. Berproseslah terus, jangan larut dalam editing yang berkepanjangan dan segera kirim ke media, ikutkan lomba atau diterbitkan sendiri,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Banjarnegara, Heni Purwono, turut memberikan catatan. Menurutnya, karya para peserta Bimtek dapat menjadi dasar pengajuan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Cagar Budaya oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Banjarnegara.

“Tulisan-tulisan ini bisa jadi bahan kajian resmi. Kalau Dinparbud berani mengajukan, kuliner dan budaya lokal Banjarnegara bisa ditetapkan sebagai WBTB. Dan kontribusi para penulis akan sangat berarti dalam proses itu,” ujar Heni.*** (kominfo_mjp/hp).

[supsystic-social-sharing id='1']

Artikel Terkait…

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *