Moderasi beragama hanya mungkin dapat terwujud mana kala masyarakat berliterasi. Dengan listerasi yang memadai, akan membuat seseorang rasional, inklusif dan menghargai perbedaan. Tanpa literasi yang baik, maka moderasi tidak akan pernah terjadi.
Hal itu terungkap dalam kegiatan Penguatan Moderasi Beragama Melalui Moderation Training Bagi Santri se Kabupaten Banjarnegara, Sabtu (6/9/2025) di Politeknik Banjarnegara.
Puluhan santri berdandanan khas sarung dan peci mengikuti kegiatan yang digelar oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto bekerjasama dengan Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Banjarnegara dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Banjarnegara.
Peneliti LPPM Unsoed Munasib selaku koordinator kegiatan mengungkapkan kegiatan ini bertujuan untuk menguatkan moderasi beragama, khususnya bagi kalangan santri.
“Santri kan terbiasa dengan kajian kitab, sehingga butuh endekatan lain dengan metode training ini. Hal ini penting untuk bekal hidup kita bersama di Indonesia yang plural sehingga tidak terlalu kaku atau terlalu cair, namun moderat,” ujar Munasib.
Ketua ICMI Banjarnegara Mukhlis mengungkapkan moderasi beragama bukanlah suatu hal yang baru namun harus senantiasa diingatkan.
Sementara itu Ketua FKPP Banjarnegara Nafis Athoillah menegaskan bahwa bukan agama yang dimoderasi, namun pemahaman terhadap ajaran agama yang kontekstual.
“Founding father kita sudah memberi landasan tentang bagaimana bernegara di Indonesia yang plural. Para santri yang sudah biasa turos, pasti bisa meliterasi, karena Nabi Muhammad pun sudah diwanti-wanti oleh Allah, bahwa andai Engkau Muhammad berhati keras, maka umatmu akan lari. Dari dulu agama memang sangat moderat,” tandad Nafis.
Senada, narasumber kegiatan tersebut dari Rifki Ahda Sumantri peneliti dari LPPM Unsoed mengatakan dari asalnya agama sesungguhnya sudah moderat. Namun perkembangan politik, watak dan lain-lain menjadikan pemahaman beragama ada yang menjurus pada pertentangan bahkan kekerasan.
“Bahkan Umar dan Utsman yang merupakan penerus Rosul, harus meninggal karena terbunuh. Apa lagi generasi saat ini yang sudah sangat jauh jaraknya, maka harus menempuh jalan tengah, harus pinter. Moderasi tetap harus berpihak namun di tengah tapi tetap punya prinsip. Sederhananya seperti moderator, dalam memandu acara agar tertib. Kita harus berislam dengan ilmu. Inklusif, tidak ekstrim tapi juga tidak liberal. Dan tidak bisa diwujudkan moderasi tanpa literasi. Biasanya orang yang kaku, akar masalahnya karena tidak tahu. Kebenaran mutlak agama menjadi relatif ketika ia berad di umat yang pengetahuannya terbatas,” ujar Rifki.***




0 Komentar